Rabu, 18 Juli 2012


GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TENTANG BAHAYA INFEKSI PADA LUKA POST OPERASI 
DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM
KABUPATEN SUBANG

PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH

                            Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai
Gelar Ahli Madya Keperawatan D III








Disusun Oleh :

ASEP SUNATA
NIM. 2009.018


PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG
AKADEMI KEPERAWATAN (AKPER)
Jalan Brigjen Katamso No. 37 Subang
2012















































KATA PENGANTAR


Alhamdulilahirobbil ‘alamin, segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis diberikan kesabaran, kesehatan fisik maupun mental, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah keharibaan baginda Nabi Muhammad SAW berserta para sahabatnya. Adapun karya tulis ini berjudul “ Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Keluarga tentang Bahaya Infeksi Pada Luka Post Operasi  di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Kabupaten Subang ’’, karya tulis ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Akademi Keperawatan Kabupaten Subang.
Dengan segala keterbatasan karya tulis ini penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, atas segala kerelaan hati dan bantuan yang diberikan dalam kesempatan ini. Perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1.      Ibu Kholis Nur Handayani, S.Kp., M.Kep., selaku Direktur Akademi Keperawatan Kabupaten Subang
2.      Drektur Rumah Sakit Umum Daerah Subang, atas wewenangaya untuk proses penelitian ini
3.      Kepala Ruangan Dahlia, atas ijin penelitian ini di ruang dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Subang
4.      Yayan Heryanto, S.Kep, selaku Pembimbing dalam pembuatan karya tulis ini yang senantiasa memberikan petunjuk, nasehat, saran yang bermanfat dalam pembuatan karya tulis ini.
5.      Bapak H. Daryono, Amk.,S.Pd, selaku Pembimbing Akademik
6.      Ibu Nunung Nuryani, B.Sc., M.M.Pd., selaku Motivator
7.      Staf Dosen serta staf Akademik Keperawatan Subang yang memberikan Ilmu Pengetahuan kepada penulis selama mengikuti pembelajaran di Akademi Keperawatan Kabupaten Subang.
8.      Buat Mamah Papah ku yang tercinta, selalu memberikan motivasi dengan penuh ketekunan dan kesabaran mendo’akan, memberikan dorongan, semangat serta kesempatan untuk mencari ilmu, ketulusan hatimu dan do’amu sehingga memberikan semangat pada diriku.
9.      Buat Lismaeni Mahasiswa Tingkat Satu Akademi Kebidanan Bakti Nugraha yang telah Mendukung secara psikologis
10.  Buat semua saudara-saudara ku, terima kasih atas do’a-do’anya sehingga menjadi penyemangat bagi penulis.
11.  Buat semua teman - teman AMPELAS (Angkatan Empat Belas ) terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.
Semoga semua bantuan, perhatian, dukungan dan do’a dari semua pihak mendapat balasan dari Allah SWT setimpal dengan kebaikan yang telah diberikan.
Akhirnya penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu keperawatan pada khususnya.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Subang,  April  2012


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
                
A.    Latar Belakang
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer, 2000:396). Menurut InETNA(Indonesia Enterostomal Therapy Nurse), luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan
Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka (InETNA)(Indonesia Enterostomal Therapy Nurse),2004:6).
Luka bedah bisa mengalami stres selama masa penyembuhan. Stres akibat nutrisi yang tidak adekuat, gangguan sirkulasi, dan perubahan metabolisme akan meningkatkan resiko stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi, dan gerakan bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka.Perawat harus melindungi luka dan mempercepat penyembuhan. Waktu kritis penyembuhan luka adalah 24 sampai 72 jam setelah pembedahan. Jika luka mengalami infeksi, biasanya infeksi terjadi 3 sampai 6 hari setelah pembedahan. (Utama, 2006)
Luka bedah yang bersih biasanya tidak kuat menghadapi stres normal selama 15 sampai 20 hari setelah pembedahan. Perawat menggunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan merawat luka. Drain bedah harus tetap paten sehingga akumulasi sekret dapat keluar dari dasar luka. Observasi luka secara terus-menerus dapat mengidentifikasi adanya tanda dan gejala awal terjadinya infeksi. Klien lansia terutama berisiko mengalami infeksi luka pascaoperatif, sehingga perawat preoperatif menurunkan risiko ini dengan cara memberi lingkungan yang aman dan asuhan keperawatan yang komprehensif (Potter, 2006)
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).
Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.
Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8.7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara di Eropa, Timur tengah, dan Asia Tenggara dan Pasifik terdapat infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10% (Utama, 2006).
Seperti yang dilaporkan oleh Vincent, dkk (1996) penelitian yang dilakukan oleh European Prevalence of Infection In Intensive Care (EPIC) mendapatkan 20.6% dari 10.038 pasien di 1417 Instalasi Perawatan Intensif di Eropa tahun 1992. Dengan peneumonia merupakan terbanyak (46.9%), infeksi saluran napas bawah (17.8%), infeksi traktus urinarius (17.6%), dan infeksi melalui aliran darah (12%). Mikroorganisme terbanyak yang ditemukan adalah Enterobacteriaceae(34.4%),  Staphylococcus  aureus  (30.1%),  Pseudomonas  aeruginosa  (28.7%),Staphylococcus koagulase negatif (19.1%), dan jamur (17.1%) .

Pada  tahun  1992-1997  National  Nosocomial  Infection  Surveillance  System(NNIS) di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 181.993 pasien di Instalasi Perawatan Intensif di beberapa rumah sakit. Didapatkan bahwa infeksi melalui aliran darah, pneumonia, dan infeksi traktus urinarius dengan pemasangan peralatan invasif merupakan kelompok terbanyak dari infeksi nosokomial. Didapatkan yang paling sering terjadi adalah infeksi traktus urinarius (31%), diikuti oleh pneumonia (27%), dan infeksi melalui aliran darah (19%). 87% infeksi melalui aliran darah terkait dengan pemasangan kateter sentral, 86% pneumonia terkait dengan pemasangan ventilator mekanis, dan 95% infeksi traktus urinarius terkait dengan pemasangan kateter urin.
Staphylococ koagulase negatif merupakan mikroorganisme yang paling banyak ditemukan sebanyak 36%, Enterococcus sebanyak 16%, dan Staphylococcus aureus sebanyak 13% (Richards, 1999).
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan Suwarni. A (1999) di semua rumah sakit di Yogyakarta tahun 1999 menunjukkan bahwa proporsi kejadian infeksi nosokomial berkisar 0%-12% dengan rata-rata kseluruhan 4.26%. Untuk rata-rata lama perawatan 4.3-11.2 hari, dengan rata-rata 6.7 hari. Setelah diteliti lebih lanjut ternyata didapatkan angka kuman lantai ruang perawatan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian infeksi nosokomial (Utama, 2006). Namun, di Indonesia sendiri belum ada data akurat mengenai tingkat infeksi nosokomial. Pemerintah telah berupaya untuk mencegah infeksi nosokomial melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270/Menkes/III/2007, namun bagaimana hasil dari kebijakan ini belum ada laporan yang akurat (Farid, 2007).
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh DepKes pada tahun 2004,  proporsi kejadian infeksi  nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527 pasien dari jumlah pasien yang beresiko 160.417 (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit swasta  jumlah  pasien 991 pasien dari jumlah pasien yang beresiko 130.407  (35,7 %) untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien dari jumlah pasien beresiko1.672 (9,1%). Phlebitis adalah infeksi yang tertinggi di rumah sakit swasta atau pemerintah dengan jumlah pasien 2.168 pasien dari jumlah pasien beresiko124.733 (1,7%). (DepKes 2004)
Tabel 1.1
Rumah Sakit Umum Kelas B Daerah Subang
Laporan Infeksi Nosokomial

No
Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
Diagnosa
Los
Diagnosa
Los
Diagnosa
Los
Diagnosa
Los
1
Gangren Diabetic
14
Gangren Diabetic
4
IleusParalitik

7
Epillepsi

21
2
Tetanus
4
Ileus Obstruksi
7
Diabet melitus
7
Ileus Obstruksi
5
3
Gangren Diabetic
11
Ca. Tulang dan Tulang Rawan
18
Diabet melitus tergan.insulin
8
Diabetes Meli tus
7
4
Orchitis
18
BPH
11
Anemia defiensi zat besi
4
Septicaemia Unspecified,
1
5
Uretrolitiasis
17
Gangren Diabetic
21
COPD
4


6
Appendiksitis Akut
10
Gangren Diabetic
15
Diabetes tdk tergan insulin
5


7
Fraktur Tibia
17
Gangren Diabetic
9
Partus Seksio Caesaria
16


8
Gangren Diabetic

9
Fraktur Calcanus
16
Cronic Renal Faillure
9


9
Gangren Diabetic
3
Fraktur di paha dan panggul
18
Chest Pain

4


10
Inflammatory
diseases op prostate
7
Gangren Diabetic
22
Diabetes Melitus
6


11
Ileus Obstruksi
14
Fraktur di paha dan panggul
18
Diare / GE / GED / DA
17


12
Selulitis
7


Acute bronchitis
1


13
BPH
8


TBC / KP / TB Paru
2


14
Uretrolitiasis
8






15
Gangren Diabetic
28






16
HIL
14






17
Selulitis
3






18
BPH
19






19
Obs. Febris Susp
Typhoid
7






20
Diare / GE / GED / DA
4






21
Partus Seksio Caesaria
4






22
Typhoid Fever
9






23
kiste Ovarium
23






24
Tetanus
6







Sumber: SIM RS Rumah Sakit Umum Kelas B Daerah Subang
Peran dan fungsi keluarga sangat penting untuk melindungi anggota keluarganya dari penyakit yang mungkin terjadi. Perilaku dalam upaya pencegahan infeksi pada luka post operasi yang kurang dapat menimbulkan komplikasi dini pada luka . Green L. dalam Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa salah satu yang mempengaruhi kesehatan seseorang, keluarga atau masyarakat, yaitu faktor perilaku (behavior causes).
Green L. dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan tentang tiga faktor yang mempengaruhi dan membentuk perilaku seseorang. Faktor pertama yaitu faktor predisposisi (predisposising factor) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, perilaku, kepercayaan, nilai-nilai dan sebagainya. Faktor kedua adalah faktor pendukung (enabling factor) yang meliputi ketersediaan fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan. Sedangkan faktor ketiga yaitu faktor pendorong (reinforcing factor) yang meliputi perilaku dan sikap petugas kesehatan, informasi kesehatan dan lain-lain.
Peran perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan di masyarakat melalui perawatan kesehatan keluarga yang berfokus pada peningkatan perawatan diri (self care), pendidikan kesehatan, dan konseling keluarga serta upaya-upaya yang berarti dapat mengurangi risiko yang diciptakan oleh pola hidup dan bahaya dari lingkungan (Nasution, 2003). Selanjutnya Kahan & Goodstadt (2001 dalam Palestin, 2007) mengungkapkan bahwa merawatdalam pelayanan embina hubungan dan bekerja sama dengan keluarga merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat. Riyadi (2003) menamakan perawat kesehatan masyarakat sebagai provider dan masyarakat sebagai consumer pelayanan kesehatan, menjamin suatu hubungan yang saling mendukung dan mempengaruhi dalam kebijakan dan pelayanan kearah peningkatan status kesehatan masyarakat.
Sedangkan dalam aspek yang mempengaruhi sikap keluarga salah satunya adalah tingkat pengetahuan keluarga yang kurang memahami tentang proses perawatan luka post operasiuntuk mencegah infeksi akan berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka tersebut itu sendiri, untuk itu diperlukan pendekatan dari berbagai pihak terutama petugas kesehatan di lapangan untuk memberikan pemahaman yang baik tentang perawatan luka baik melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan.
Dari fenomena di atas penulis tertarik untuk mendalami permasalahan ini untuk dikaji lebih lanjut yang dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul “Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Keluarga tentang Bahaya Infeksi Pada Luka Post Operasi  di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Kabupaten Subang”.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah kurangnya pengetahuan keluarga tentang bahaya infeksi luka post operasi. Maka dapat diidentifikasi pertanyaan dalam penelitian ini yaitu: bagaimana gambaran pengetahuan keluarga tentang bahaya infeksi luka post operasi di ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Subang?



C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap keluarga  tentang bahaya infeksi luka post operasi di ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Subang
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui persentasi tingkat pengetahuan dan sikap keluarga  tentang bahaya infeksi luka post operasi di ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Subang
b.      Untuk Mengetahui sikap keluarga tentang Perawatan luka Post Operasi
c.       Untuk Mengetahui Pengetahuan keluarga tentang Perawatan pada luka Post Operasi
D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoritis.
Menambah pengetahuan tentang bahaya infeksi luka post operasi
2.      Manfaat  Praktis
Hasil penelitian ini bisa dijadikan acuan bagi tenaga kesehatan tentang kesehatan khususnya penanganan tanda-tanda bahaya infeksi.
a.       Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai sarana untuk belajar menerapkan teori yang telah diperoleh dalam bentuk nyata dan meningkatkan daya fikir dalam menganalisa suatu masalah.

b.      Bagi Masyarakat
Peningkatan Pengetahuan tentang bahaya infeksi luka post operasi
c.       Bagi Pendidikan
Pengembangan ilmu perawatan luka post operasi
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengetahuan
1.      Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu yang terjadi melalui kelima indera manusia, diantaranya indera penglihatan, indera pendengaran, indera penciuman, indera perasa dan indera peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinganya, yakni melalui proses pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan baik bersifat formal maupun informal tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibanding dengan tanpa didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003)
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori.Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional.Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut.Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi yang terjadi berulangkali.
2.      Proses pengetahuan
Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003) mengingatkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
a.             Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulasi (objek) terlebih dahulu.
b.            Interest, yakni mulai tertarik terhadap.
c.             Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti responden sudah lebih baik lagi.
d.            Trial, orang lain mulai mencoba perilaku baru
e.             Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian baru atau adposi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.


3.      Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupaka domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan mempunyai 6 tingkat, yaitu :
a.             Tahu (Know)
Tahu artinya mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan cara sebagainya.
b.            Memahami (Compehension)
Memahami artinya kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.Contoh : dapat menjelaskan mengapa aborsi sangat membahayakan kesehatan ibu dan anaknya.
c.             Aplikasi (Application)
Merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

d.            Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e.             Sintesis (Synthesis)
Merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f.             Evaluasi (Evaluation)
Artinya kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau (Notoatmodjo, 2003).
4.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa hal.:
a.             Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi semakin pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahawa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak pengetahuannya rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal akan tetapi juag dapat diperoleh pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga mengandung dua aspek yaitu asepk positif dan negatif, kedua aspek inilah yang akhirnya menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu, semakin banyak aspek positif dari obej yang diketahui akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tersebut.
b.            Umur
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya. Sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usiamadya individu akan berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual pemecahan masalah dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup : semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Tidak dapat mengerjakan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan berkembangnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternayata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.
c.             Media Masa / Informasi
Informasi yang diperolah baik dari pendidikan formal maupunnonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate infact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang mempengaruhi masyarakat atau remaja tentang inovasi baru sebagai sarana komunikasi berbagai media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain. Mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengalahkan opini seseorang, adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
d.            Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk, dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
e.             Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, bilogis maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
f.             Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manispestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
g.            Jenis kelamin
Ciri biologis-anatomis (khususnya sistem reproduksi dan hormonal), yang diikuti dengan karakteristik fisiologi tubuh, yang menentukan seseorang adalah laki-laki atau perempuan. Misalnya karakteristik tubuh perempuan antara lain dapat mengalami haid, hamil, melahirkan dan menyusui, sedangkan karaktersitik fisiologi tubuh laki-laki dapat menghasilkan sperma. Ciri biologis ini bersifat menetap dan tidak dapat diubah.Jender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab sosial bagi perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya (DepkesRI, 2001).
5.      Faktor Pendukung dan Faktor Pendorong Perilaku Manusia
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Notoatmodjo, 2003).
Selanjutnya Skinner (dalam Notoatmodjo, 2003) menyatakan bahwa bila dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yakni perilaku yang tidak tampak/terselubung (covert behavior) dan perilaku yang tampak (overt behavior).Perilaku yang tidak tampak ialah berpikir, tanggapan, sikap, persepsi, emosi, pengetahuan dan lain-lain. Perilaku yang tampak antara lain berjalan, berbicara, berpakaian dan sebagainya.
Perilaku masyarakat yang sehat akan membuat lingkungan sekitarnya menjadi bersih dan akan memutuskan berbagai rantai penularan penyakit. Sebaliknya, lingkungan akan tercemar atau menjadi kotor dan tidak sehat apabila masyarakat disekitar lingkungan tersebut tidak menjaga, memelihara, atau memperhatikan faktor kesehatan. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003), masalah kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku (non perilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh 3 kelompok faktor yaitu: faktor-faktor predisposisi, pendukung, dan pendorong. Faktor predisposisi (predisposing faktors) mencakup pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung (enabling faktors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya, sedangkan faktor pendorong (reinforcing faktors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan.Ketiga faktor tersebut saling terkait dalam menentukan perilaku seseorang.
Jadi, dari beberapa pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa perilaku kesehatan merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan, sehingga promosi mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat.
6.      Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat tes / kuesioner tentang object pengetahuan yang mau di ukur, selanjutnya dilakukan penilaian setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0.

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100 % dan hasilnya berupa persentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut
P = Prosentase
F = Jumlah jawaban yang benar
N = Jumlah soal
Selanjutnya prosentase jawaban dalam kalima  udengan acuan sebagai berikut:

Baik : 76 – 100 %
Cukup : 56 – 75 %
Kurang : 40 – 55%           (Arikunto, 2006)
B.     Sikap
1.      Defenisi Sikap 
Sikap adalah kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau merupakan reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan baru yang diperoleh subjek selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap objek yang telah diketahuinya. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003), sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu:
1.      Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2.      Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, bagaimana penilaian orang tersebut terhadap suatu objek.
3.      Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).
Kemudian, Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap terdiri atas berbagai tingkatan, yaitu:
1.      Menerima(receiving)
Menerima diartikan dimana orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2.      Merespons (responding)
Merespons diartikan dimana orang (objek) memberikan tindak balas terhadap stimulus yang diberikan (objek), seperti menjawab bila ditanya.

3.      Menghargai (valuting)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga. Misalnya, seseorang ibu mengajak ibu lainnya untuk pergi ke posyandu.
4.      Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah sikap yang paling tinggi.
2.      Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dengan menanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek, diantaranya sebagai berikut:
a.       Teknik laporan diri/Inventori
b.      Observasi tingkah laku
c.       Penafsiran Stimulus berstruktur yang terpisah-pisah
d.      Wawancara
e.       Skala Sikap dari Thurstone
f.       Skala Sikap dari Likert





3.      Skala Likert
Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama rensis likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Biasanya disediakan lima pilihan skala dengan format seperti:
a.       Sangat tidak setuju
b.      Tidak setuju
c.       Netral
d.      Setuju
e.       Sangat setuju
C.    Konsep Keluarga
1.      Defenisi Keluarga
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) batasan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan..
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama, dengan keterikatan aturan dan emosional dari individu yang mempunyai peran yang masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Suprajitno, 2004).
Menurut Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya. (dalam Nasrul Effendy, 2003) mengatakan bahwa : “Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya  masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan”.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah :
a.           Unit terkecil dari masyarakat.
b.          Terdiri dari dua orang atau lebih.
c.           Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah.
d.          Hidup dalam satu rumah tangga.
e.           Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga.
f.           Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga.
g.          Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing
h.          Menciptakan dan mempertahankan suatu kebudayan.
4.      Fungsi dan Tugas Keluarga
Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut :
a.         Fungsi Keluarga
1)        Fungsi Biologis :
a)             Untuk meneruskan keturunan;
b)             Memelihara dan membesarkan anak;
c)             Memenuhi kebutuhan gizi keluarga; dan
d)            Memelihara dan merawat anggota keluarga.
2)        Fungsi Psikologis
a)             Memberikan kasih sayang dan rasa aman;
b)             Memberikan perhatian diantara anggota keluarga;
c)             Membina kedewasaan kepribadian anggota keluarga; dan
d)            Memberikan identitas keluarga.
3)        Fungsi Sosialisasi
a)             Membina sosialisasi pada anak;
b)             Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak; dan
c)             Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
4)       Fungsi Ekonomi
a)             Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga;
b)             Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga; dan
c)             Menabung  untuk  memenuhi  kebutuhan - kebutuhan  keluarga  dimasa  yang  akan  datang,   misal nya

pendidikan anak-anak, jaminan hari tua, dan sebagainya.
5)        Fungsi Pendidikan
a)            Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya;
b)            Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa; dan
c)            Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.
b.        Tugas Keluarga                    
             Menurut Nasrul Effendi (2003) tugas pokok dari keluarga adalah sebagai berikut :
1)           Pemeliharaan fisik keluarga
2)           Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
3)           Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing
4)           Sosialisasi antar anggota keluarga
5)           Pengaturan jumlah anggota keluarga
6)           Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga
7)           Penempatan anggota-anggota keluarga dalam anggota masyarakat yang lebih luas
8)           Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
5.      Kekuatan Keluarga Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak
Pada dasarnya tugas dan fungsi keluarga adalah merawat fisik anak, mendidik anak untuk menyesuaikan diri dengan budaya, dan menerima tanggung jawab atas kesejahteraan anak baik secara fisik maupun psikologis. Tugas dan fungsi ini untuk keluarga untuk menjalankan baik dalam kondisi anak-anak sehari-hari di rumah ataupun apabila anak sakit dan dirawat di rumah sakit.
a.         Komitmen yang kuat untuk kesejahteraan anggota keluarga
Kesepakatan antara orang tua dan anggota keluarga yang ada bahwa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan anak adalah prioritas dalam keluarga, menjadi satu hal yang sangat penting baik menyangkut kesejahteraan fisik maupun psikologisnya. Hal ini dapat ditunjukkandengan prilaku keluarga diantaranya penggunaan keuangan dan sumber lain yang ada dalam keluarga di tunjukkan untuk kepentingan anak.


b.             Penghargaan dan dorongan terhadap anggota keluarga
Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk materi dan bukan materi, penghargaan dalam bentuk materi dapat berupa hadiah mainan, pakaian, rekreasi dan alat sekolah sedangkan penghargaan bukan bentuk non materi dapat berupa pujian.
c.             Upaya untuk meluangkan waktu bersama
Komitmen keluarga untuk berupaya meluangkan waktu bersama merupakan hal yang paling penting sebagai media untuk saling tukar pikiran antara orang tua anak yang satu dengan anak yang lainnya.
d.            Komunikasi dan interaksi positif antar anggota keluarga
Komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak sebaliknya merupakan hal yang positif untuk mendukung peningkatan kesejahteraan anak dan keluarga.
e.             Kejelasan aturan, nilai dan keyakinan
Penanaman nilai dan kenyakinan serta aturan disiplin bagi anak harus ditanamkan sejak dini sejalan dengan perkembangan kognitif anak dan dilaksanakan secara terus- menerus secara konsisten.




f.              Strategi koping yang positif
Kemampuan koping yang positif harus dilatih dan dibiasakan pada anggota keluarga, yaitu kemampuan strategis kearah pemecahan masalah dan bukan menggunakan strategi koping yang negatif seperti mengingkari,marah dan menyalahkan orang lain.
g.             Kemampuan memecahkan masalah secara positif
Hal ini berkaitan dengan pola penggunaan strategi koping yng positif karena pada dasarnya kemampuan keluarga dalam memecahkan masalah secara positif menunjukkan kemampuan menggunakan strategi koping yang positif.
h.             Berpikir positif terhadap segala prilaku anggota keluarga
Prilaku anak sering kali menguji kesabaran oran tua, apabila mereka berperilaku negatif,sebenarnya karena mereka belum mempunyai kemampuan untuk melukukannya,karena pada dasarnya masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, jadi orang tua harus berperan mengarahkannya.
i.               Fleksibel dan mudah beradaptasi dalam mengarahkan peran
Kemampuan untuk beradaptasi dan fleksibel terhadap situasi yang dihadapi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari memerlukan latihan dan tidak akan diperoleh secara otomatis, keyakinan tentang nilai yang dimiliki dan pengalaman menghadapi masalah juga akan mempengaruhi anggota keluarga untuk bersikap fleksibel dan beradaptasi dengan mudah terhadap perubahan atau situasi yang dihadapi.
j.               Keseimbangan antara kepentingan pekerjaan dan kepentingan anggota keluarga
Pekerjaan anggota keluarga adalah suatu sumber penghasilan bagi anggota keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan fisik, psikologi, spiritual keluarga.Ini merupakan satu tantangan anggota keluarga untuk menyikapi secara bijaksana karena keseimbangan antara pekerjaan dan waktu untuk keluarga adalah hal utama yang harus di penuhi.
D.    Konsep Luka dan Keperawatan Luka
1.       Pengertian
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer, 2000:396). Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan.
2.      Klasifikasi Luka
Luka dibedakan berdasarkan :
a.       Berdasarkan penyebab
1)      Ekskoriasi atau luka lecet

2)      Vulnus scisum atau luka sayat
3)      Vulnus laseratum atau luka robek
4)      Vulnus punctum atau luka tusuk
5)      Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang
6)      Vulnus combotio atau luka bakar
b.      Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan
1)      Ekskoriasi
2)      Skin avulsion
3)      Skin loss
c.      Berdasarkan derajat kontaminasi
1)      Luka bersih
a)      Luka sayat elektif
b)      Steril, potensial terinfeksi
c)      Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,traktus elimentarius, traktus genitourinarius.
2)      Luka bersih tercemar
a)      Luka sayat elektif
b)      Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora normal
c)      Kontak dengan orofaring, respiratorius, elimentarius dan genitourinarius
d)     Proses penyembuhan lebih lama


3)      Luka tercemar
a)        Potensi terinfeksi: spillage dari traktus elimentarius, kandung empedu, traktus genito urinarius, urine
b)       Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi.
4)      Luka kotor
a)      Akibat proses pembedahan yang sangat terkontaminasi
b)      Perforasi visera, abses, trauma lama.
3.      Tipe Penyembuhan luka
Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
a.       Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
b.      Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
c.       Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:4).
6.      Fase Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
a.       Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari. Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
b.      Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase proliferasi.
c.       Fase Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:1).
7.      Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA,2004:13).
a.       Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis).
b.      Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan (InETNA,2004:13).
8.      Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka (InETNA,2004:6).
a.       Komplikasi dini
1)      Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan.Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan.Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2)      Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan.Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3)      Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kolagen meluas di daerah luka.Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline.Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.
b.      Komplikasi Lanjut
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur.Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.
Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dankemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh.Tempat predileksi merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi.Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.
Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan.Biasanya dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, beban tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan beban tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka. (Yusuf, 2009)
9.      Penatalaksanaan/Perawatan Luka
Luka bedah bisa mengalami stres selama masa penyembuhan. Stres akibat nutrisi yang tidak adekuat, gangguan sirkulasi, dan perubahan metabolisme akan meningkatkan risiko stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi, dan gerakan bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka.Perawat harus melindungi luka dan mempercepat penyembuhan. Waktu kritis penyembuhan luka adalah 24 sampai 72 jam setelah pembedahan. Jika luka mengalami infeksi, biasanya infeksi terjadi 3 sampai 6 hari setelah pembedahan.Luka bedah yang bersih biasanya tidak kuat menghadapi stres normal selama 15 sampai 20 hari setelah pembedahan.Perawat menggunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan merawat luka. Drain bedah harus tetap paten sehingga akumulasi sekret dapat keluar dari dasar luka. Observasi luka secara terus-menerus dapat mengidentifikasi adanya tanda dan gejala awal terjadinya infeksi. Klien lansia terutama berisiko mengalami infeksi luka pascaoperatif, sehingga perawat preoperatif menurunkan risiko ini dengan cara memberi lingkungan yang aman dan asuhan keperawatan yang komprehensif (Potter, 2006)
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
a.       Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
1)      Kondisi Stabil
Jika kondisi klien stabil (misalnya setelah operasi atau tindakan) perawat mengkaji luka untuk menentukan kemajuan penyembuhan luka yang dialami oleh klien.Jika luka tertutup balutan dan dokter belum meminta untuk menggantinya, perawat tidak boleh menginspeksi luka secara langsung kecuali jika perawat mencurigai adanya komplikasi serius pada luka. Pada situasi seperti itu perawat hanya menginspeksi balutan dan semua drain eksternal. Jika dokter memutuskan untuk mengganti balutan, dokter akan mengkaji luka minimal 1 kali sehari. Saat sedang mengganti balutan, perawat menghindarkan terbuang atau terangkatnya dari yang ada di bawahnya.Karena penggantian balutan dapat menimbulkan nyeri, pemberian analgesik 30 menit sebelum melakukan tindakan dapat membantu mengurangi nyeri klien.
2)      Penampakan luka :
Perawat mencatat apakah tepi luka telah menutup.Insisi bedah harus memiliki tepi insisi yang bersih dan saling berdekatan.Sepanjang pinggir luak seringkali terbentuk kerak yang berada dari eksudat.Luka tusuk biasanya berupa luka kecil yang nelingakr dengan tepi luka menyatu ke arah tengah.Jika terbuka, tetapi luka terpisah dan perawat harus menginspeksi kondisi jaringan adiposa dan jaringan penyambung yang berada di bawah luka.Perawat juga melihat adanya komplikasi seperti dehisens dan eviserasi. Tepi luka bagian luar secara normal terlihat mengalami inflamasi pada hari ke-2 sampai hari ke-3, tetapi lama kelamanan inflamasi ini akan menghilang. Dalam waktu 7-10 hari, luka dengan penyembuhan normal akan terisi sel epitel dan bagian pinggirnya akan menutup. Apabila terjadi infeksi, tepi luka akan terlihat bengkak dan meradang.
Perubahan warna kulit terjadi akibat memarnya jaringan intestisial atau terbentuknya hematom. Pada awalnya darah yang berkumpul di antara lapisan kulit akan terlihat berwarna kebiruan atau keunguan. Perlahan-lahan, bersamaan dengan hancurnya bekuan darah pada kulit, akan mencul warna coklat atau kuning. (Potter, 2006)
b.      Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakankulit.
Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
1)      Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
2)      Halogen dan senyawanya
a)      Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas  dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
b)      Povidon Yodium(Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
c)      Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.
d)     Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung
3)      Oksidansia
a)      Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.
b)      Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
4)      Logam berat dan garamnya
a)        Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
b)       Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)
5)      Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
6)      Derivat fenol
a)       Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
b)       Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
7)      Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Kecepatan penyembuhan luka tergantung dari steril permukaan kulit selama proses pembersihan luka sebelum pembalutan dan kecepatan membunuh mikroorganisme pada pemberian teknik antiseptik. Saifuddin (2005) selama sekurang-kurangnya 20 menit untuk instrumen tidak terbungkus, 30 menit untuk instrumen terbungkus.
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas betadine-alkohol yang paling efektif, karena kecepatan membunuh bakteri membutuhkan waktu 10-20 menit untuk betadine, 10-15 menit untuk alkohol. Sedangkan betadine-savlon memerlukan waktu membunuh kuman 10-20 menit untuk betadine, 20-30 menit untuk savlon.Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa betadine-alkohol memerlukan waktu rentang membunuh bakteri 10-20 menit, sedangkan betadine-savlon 10-30 menit sebelum pembalutan.Luka dalam kondisi pembalutan sudah dinyatakan steril, karena sesuai dengan tujuan pembalutan yaitu salah satunya melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18)
c.       Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).
(AHCPR, 1994) Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat untuk memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka. Pertama-tama mencuci luka dengan air yang mengalir, membersihkan dengan sabun yang lembut dan air, serta dapat memberikan antiseptik yang dibeli di luar apotik (Potter, 2006).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1)      Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
2)      Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3)      Berikan antiseptic
4)      Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
5)      Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
d.       Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
e.       Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.


f.       Pembalutan
Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang penyembuhan luka.Apabila balutan tidak sesuai dengan karakteristik luka, maka balutan tersebut dapat mengganggu penyembuhan Luka (Erwin-Toth dan Hocevar, 1995; Krasner, 1995; Motta, 1995).Balutan juga harus dapat menyerap dirainase untuk mencegah terkumpulnya eksudat yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan maserasi di sekeliling kulit akibat eksudat luka (Potter, 2006).
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
1)      Tujuan pembalutan
a)      Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.
b)      Membantu hemostasis.
c)      Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan untuk melakukan debredemen luka.
d)     Menyangga atau mengencangkan tepi luka.
e)      Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka (bila luka terlihat tidak menyenangkan).
f)       Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka.
g)      Mempertahankan kelembaban yang tinggi diantara luka dengan balutan.(Potter, 2006).
2)      Jenis-jenis balutan
Balutan terdiri dari berbagai jenis bahan dan cara pemakaiannya (basah dan kering). Balutan harus dapat digunakan dengan mudah, nyaman, dan terbuat dari bahan yang mempercepat penyembuhan luka.Pedoman klinik dari ACHPR (1994) dapat membantu memilih jenis balutan yang sesuai dengan tujuan perawatan luka (Potter, 2006).
Rekomendasi Balutan dari AHCPR 1994 :
a)      Gunakan balutan yang dapat menjaga dasar luka tepat lembab. Balutan basa-kering hanya boleh digunakan untuk debridemen dana jangan menggunakan balutan yang dilembabkan oleh salin secara terus-menerus.
b)      Gunakan penilaian klinik untuk memilih jenis balutan luka lembab yang sesuai untuk ulkus.Penelitian terhadap beberapa jenis balutan luka lembab menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil akibat penyembuhan dekubitus.
c)      Pilih balutan yang menjaga permukaan kulit yang utuh (periulkus) di sekitarnya tetap kering sambil menjaga dasar luka tetap lembab.
d)     Pilih balutan yang dapat mengontrol eksudat tetapi tidak menyebabkan desikasi dasar luka.
e)      Saat memilih jenis balutan, pertimbangkan waktu yang dimiliki oleh pemberian perawatan.
f)       Hilangkan daerah luka yang mati dengan cara mengisi seluruh rongga dengan bahan balutan. Hindarkan pembalutan yang berlebihan.
g)      Monitor balutan yang terdapat di dekat anus, karena keutuhan balutan sulit dijaga.(Potter, 2006)
g.       Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
h.      Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).



Tabel 1. 2
 Waktu Pengangkatan Jahitan

No

Lokasi

Waktu
1
Kelopak mata
3 hari
2
Pipi
3-5 hari
3
Hidung, dahi, leher
5 hari
4
Telinga,kulit kepala
5-7 hari
5
Lengan, tungkai, tangan,kaki
7-10+ hari
6
Dada, punggung, abdomen
7-10+ hari
            Sumber. Walton, 1990:44
E.     Konsep Infeksi
1.      Pengertian
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).
Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi.Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.

Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh.Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. (Yudhityarasati, 2007).





2.      Tanda tanda infeksi
a.       Calor (panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
b.      Dolor (rasa sakit)
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf.pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.
c.       Rubor (Kemerahan)
Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan.Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal.Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah.Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.

d.      Tumor (pembengkakan)
Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan interstisial.Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.
e.       Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsinya secara normal.(Yudhityarasati, 2007).
F.     Faktor Faktor Yang Mempengaruhi  Infeksi  Luka  Operasi
1.      Lamanya waktu tunggu pre operasi di rumah sakit
Menurut Haley dalam Iwan 2008 mengatakan bahwa bertambah lama perawatan sebelum operasi akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi nosokomial dimana perawatan lebih dari 7 hari pre operasi akan meningkatkan kejadian infeksi pasca bedah dan kejadian tertinggi didapat pada lama perawatan 7 - 13 hari (dikutip oleh Hadibrata, 1989 : 17).
Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat selama 3 minggu dibandingkan bila dirawat 1-3 hari sebelum operasi.
Lamanyaoperasi mempengaruhi resiko terkena infeksinosokomial, semakin lama waktu operasi semakin tinggi resiko terjadinya infeksi nosokomial.
Menurut Iwan 2008, lingkungan rumah sakit adalah reservoir mikroorganisme dan merupakan salah satu sumber infeksi.Resiko peningkatan infeksi terjadi pada waktu perawatan  yangpanjang. Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat 3 minggu dibandingkan dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Menurut Cruse dan Foord terdapat hubungan antara lama hospitalisasi sebelum operasi dengan insiden infeksi luka operasi. Angka infeksi mencapai 1,2 % pada klien yang dirawat 1 hari, 2,1 % pada klien yang dirawat 1 minggu, dan 3,4 % pada klien yang dirawat 2 minggu (Malangoni, 1997 : 142).
2.      Teknik Septik Antiseptic
Menurut Iwan 2008, transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga higiene dari tangan. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah memakai sarung tangan ketika melakukan tindakan dan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.
Menurut Rondhianto 2008, terdapat prinsip umum teknik aseptik ruang operasi yaitu :
a.       Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha agar dicapainya keadaan yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implan, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi kulit.
b.      Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril), hal ini diperlukan untuk menghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).
Di samping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan yang di lakukan.
c.       Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan tindakan draping.
d.      Prinsip asepsis instrument
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam keadaan steril.
3.      Ventilasi ruang Operasi
Untuk mencegah kontaminasi udara pada kamar operasi, direkomendasikan ventilasi mekanik.System AC diatur 20-24 per jam.
Dengan desain yang benar dan kontrol yang baik dari pergerakan staff maka kontaminasi udara dapat ditekan dibawah 100 cfu/m3 selama operasi jika ditemukan kebersihan udara.
4.      Umur
Menurut Purwandari 2006, bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir mempunyai antibody dari ibu, sedangkan sistem imunnya masih imatur.Dewasa awal sistem imun telah memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan, system imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia 65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada usia muda.
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah (Yusuf , 2009).
5.      Nutrisi dan Berat Badan
Menurut Williams & Barbul, 2003 dalam Dealay 2005 bahwa ada hubungan yang bermakna antara penyembuhan luka operasi dengan status nutrisi.
Sedangkan menurut Rondhianto 2008, Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi, demam dan penyembuhan luka yang lama.Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral renik zink dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan.Vitamin C dibutuhkan untuk mensintasi kolagen.Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka.Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen (tembaga) (Potter, 2006).
Terapi nutrisi sangat penting untuk klien yang lemah akibat penyakit.Klien yang telah menjalani operasi dan diberikan nutrisi yang baik masih tepat membutuhkan sedikitnya 1500 Kkal/hari.Pemberian makan alternatif seperti melalui enteral dan parenteral dilakukan pada klien yang tersedia mampu mempertahankan asupan makanan secara normal (Potter, 2006).
6.      Penyakit
Menurut Perry & Potter 2005, pada pasien dengan diabetes mellitus terjadi hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh yang berakibat rentan terhadap infeksi.
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh (Yusuf , 2009).
Menurut Nawasasi 2008, Pasien dengan operasi usus, jika ia juga memiliki penyakit lain seperti TBC, DM , malnutrisi dan lain-lain maka penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi.
Iwan 2008, menyampaikan bahwa Faktor daya tahan tubuh yang menurun dapat menimbulkan resiko terkena infeksi nosokomial. Pasien dengan gangguan penurunan daya tahan: immunologik. Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi.
7.      Obat-obat yang digunakan
Menurut Iwan 2008, di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas.Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.
Menurut Iwan 2008, Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien dengan operasi bersih terkontaminasi dan beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba profilaksis diakui sebagai prinsip bedah.Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi kotor, profilaksis bukan satu-satunya pertimbangan.Penggunaan antimikroba di kamar operasi, bertujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan.Pada pasien dengan operasi bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada pada jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi.
Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi dengan menghambat mikroorganisme. CDC merekomendasikan parenteral antibiotik profilaksis seharusnya dimulai dalam 2 jam sebelum operasi untuk menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak diberikan lebih dari 48 jam. Pada luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis tambahan post operasi karena dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik .Bernard dan Cole, Polk Lopez-Mayor membuktikan keefektifan antibiotik profilaksis sebelum operasi dalam pencegahan infeksi post operasi efektif bersih terkontaminasi dan antibiotik yang diberikan setelah operasi tidak mempunyai efek profilaksis (Bennet, J.V, Brachman, P, 1992 : 688). (Yudhityarasati, 2007).
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka.
Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.
Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular. (Yusuf , 2009).
8.      Sirkulasi (hipovolemia) dan oksigenasi
 Kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka.Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah).
Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh.Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus.Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka (Yusuf , 2009).
9.      Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah.Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka (Yusuf , 2009).
10.  Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah.Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat.Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri (Yusuf, 2009).
11.  Keadaan luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
G.    Pencegahan Infeksi Luka Operasi
1.      Pengertian Infeksi Luka Operasi
Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)/ Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi (Hidayat NN, 2009).
2.      Klasifikasi
Klasifikasi SSI menurut The National Nosocomial Surveillence Infection (NNIS) terbagi menjadi dua jenis yaitu insisional dibagi menjadi superficial incision SSI yang melibatkan kulit dan subkutan dan yang melibatkan jaringan yang lebih dalam yaitu, deep incisional SSI.
Lebih jauh, menurut NNSI, kriteria untuk menentukan jenis SSI adalah sebagai berikut :
a.       Superficial Incision SSI (ITP Superfisial)
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
1)      Terdapat cairan purulen.
2)      Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
3)      Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
4)      Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
b.      Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan yang lebih dalam (contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1)      Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
2)      Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda inflammasi.
3)      Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.
4)      Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat
c.       Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam)
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1)      Keluar cairan purulen dari drain organ dalam.
2)      Didapat isolasi bakteri dari organ dalam.
3)      Ditemukan abses.
4)      Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.
d.      Prinsip pencegahan ILO adalah dengan :
1)      Mengurangi resiko infeksi dari pasien.
2)      Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrument dan pasien itu sendiri.
3)      Kedua hal di atas dapat dilakukan pada tahap pra operatif, intra operatif, ataupun pasca operatif. Berdasarkan karakteristik pasien, resiko ILO dapat diturunkan terutama pada operasi terencana dengan cara memperhatikan karakteristik umur, adanya diabetes, kebiasaan merokok, obsesitas, adanya infeksi pada bagian tubuh yang lain, adanya kolonisasi bakteri, penurunan daya tahan tubuh, dan lamanya prosedur operasi.

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN METODOLOGI PENELITIAN

  1. Kerangka Konsep
Klien lansia terutama berisiko mengalami infeksi luka pasca operatif, sehingga perawat preoperative menurunkan risiko ini dengan cara memberi lingkungan yang aman dan asuhan keperawatan yang komprehensif (Potter, 2006)
Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya  reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka (InETNA,2004:6).
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama.
Suatu penelitian yang dilakukanoleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8.7% dari 55 rumahsakitdari 14 negara di Eropa, Timur tengah, dan Asia Tenggara dan Pasifik terdapat infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10% (Utama, 2006).
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan Suwarni. A (1999) di semua rumah sakit di Yogyakarta tahun 1999 menunjukkan bahwa proporsi kejadian infeksi nosokomial berkisar 0%-12% dengan rata-rata keseluruhan 4.26%. Untuk rata-rata lama perawatan 4.3-11.2 hari, dengan rata-rata 6.7 hari. Setelah diteliti lebih lanjut ternyata didapatkan angka kuman lantai ruang perawatan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian infeksi nosokomial (Utama, 2006).
Green L. dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan tentang tiga faktor yang mempengaruhi dan membentuk perilaku seseorang. Faktor pertama yaitu faktor predisposisi (predisposising factor) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, perilaku, kepercayaan, nilai-nilai dan sebagainya. Faktor kedua adalah faktor pendukung (enabling factor) yang meliputi ketersediaan fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan. Sedangkan faktor ketiga yaitu faktor pendorong (reinforcing factor) yang meliputi perilaku dan sikap petugas kesehatan, informasi kesehatan dan lain-lain.
Mengacu pada teori Green L. maka dapat dikembangkan kerangka konsep tentang hubungan upaya pencegahan infeksi di tingkat keluarga dengan kejadian infeksi setelah post operasi  sebagai berikut:




Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Gambaran Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang  Bahaya Infeksi pada Perawatan Luka Post Operasi








Pengetahuan keluarga tentang
·         Perawatan Luka
·         Bahaya Infeksi

·         Pencegahan  infeksi

 




Sikap keluarga tentang
·         Perawatan Luka
·         Bahaya Infeksi

 

 





                                                                                        









 










                                                                                     Variabel yang diteliti


  1. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang  Bahaya Infeksi pada Perawatan Luka Post Operasi
Variabel
Definisi operasional
Alat Ukur
Hasil ukur
Skala
1.    Pengetahuan Keluarga Tentang  Bahaya Infeksi pada Perawatan Luka Post Operasi





































































2.    Sikap Keluarga Tentang  Bahaya Infeksi pada Perawatan Luka Post Operasi
Segala sesuatu yang
diketahui keluarga
tentang pengertian,
tujuan dan manfaat
perawatan luka dan
bahaya Infeksi:
·         Perawatan Luka
-          Mengetahui pengertian perawatan luka
-          Mengetahui tujuan mengganti balutan luka
-          Mengetahui tujuan menjaga blutan tetap kering
-          Mengetahui manfaat perawatan luka
-          Mengetahui manfaat mengganti balutan luka
-          Mengetahui manfaat menjaga balutan agar teap kering
-          Tahu  cara m engganti balutan luka
-          Tahu  menjaga balutan  supaya tetap kering
-          ­Tahu cara menutupi daerah luka
·         Bahaya Infeksi
-          Mengetahui Pengertian infeksi
-          Mengetahui tujuan menjaga balutan supaya tetap kering
-          Mengetahui tujuan  bahwabalutan jangan terlalu sering di sentuh
-          Mengetahui tujuan mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh balutan
-          Mengetahui manfaat mencaga balutan supaya tetap bersih
-          Mengetahui manfaat bahwa balutan tidak terlalu sering di sentuh
-          Mengetahui manfaat mencuci tanga sebelum dn sesudah menyentuh balutan luka
-          Tahu cara menjaga balutan  tetap bersih
-          Mengetahui bahwa balutan tidak terlalu sering di sentuh
-          Tahu cara mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh balutan

Respon tertutup
terhadap stimulus atau
obyek tertentu yang
sudah melibatkan
factor pendapat dan
emosi yang
bersangkutan meliputi tindakan keluarga :
·         Perawatan Luka
-          Mengganti balutan luka
-          Menjaga balutan tetap kering
-          Menutupi daerah luka
·         Bahaya Infeksi
-           Menjaga balutan supaya tetap bersih
-          Menjaga balutan jangan terlalu sering di sentuh
-          Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh balutan
Kuesioner












































































Kuesioner

1.      Baik      : 76 – 100%
2.      Cukup   : 56 – 75 %
3.      Kurang  : 40 – 55 %




































































1.      Baik      : 76 – 100%
2.      Cukup   : 56 – 75 %
3.      Kurang  : 40 – 55 %

Ordinal












































































Ordinal

(Sumber : Arikunto, 2006)
C.    Metode Penelitian
1.      Rancangan Penelitian/ Desain Penelitaian
Jenis penelitian yang digunakan adalah diskriptif yaitu suatu metode penelitian yang di lakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.
2.      Variabel
Variabel adalah hal yang menjadikan objek penelitian yang ditetapkan dalam penelitian, yang menunjukan variasi baik kuantitatif maupun kualitatif (Arikunto, 1998). Variabel yang digunakan adalah pengetahuan dan sikap keluarga tentang bahaya Infeksi.


D.       Populasi dan Sampel Penelitian
     1.  Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2002). Populasi dalam penelitian atau objek yang di teliti  di ruang bedah RSUD Subang Tahun 2012
     2.  Sampel
Sampel  adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002) Karena populasi kecil (kurang dari 10.000).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dengan cara accidental sampling  yaitu didasarkan pada pertimbangan tertentu yang di buat oleh penelitian sendiri, berdasarkan ciri atau sifat – sifat populasi yang sudah di ketahui sebelumnya (Nursalam, 2005)
Peneliti perlu meneliti secara langsung sikap keluarga ketika pelaksanaan proses perawatan. Didasarkan dari pertimbangan dan didasarkan sifat – sifat populasi yang sudah ada sebelumya tersebut. peneliti mengambil teknik penelitian dengan cara non random yaitu dengan cara accidental sampling .
  1. Pengumpulan Data
1.      Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara, sebagai berikut:


a.       Data Primer
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan menggunakan kuesioner, Dimana pada kuesioner peneliti mengumpulkan data secara formal kepada responden untuk menjawab secara lisan melalui wawancara. Yang  mengisi kuesioner itu adalah peneliti berdasarkan jawaban lisan dari responden, yang mana daftar pertanyaan tersebut sudah disusun sebelum wawancara dan ditanyakan secara urut.
Sebelumnya peneliti membuat inform concent (persetujuan) terlebih dulu kepada responden bahwa responden bersedia akan dilakukan penelitian setelah responden setuju baru peneliti membagikan kuisioner tersebut yang berisi daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis.
b.      Data Sekunder
Untuk memperoleh data yang relevan maka peneliti memperoleh dengan cara peneliti terlebih dahulu meminta surat pengantar dari institusi, setalah mendapat persetujuan, peneliti mulai melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri sebagai interviewer  (pewawancara).
2.      Instrument Penelitian
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo, 2005).
Dalam penelitian ini peneliti membuat kuesioner mengenai pengetahuan keluarga tentang perawatan luka dan sikap keluarga terhadap perawatan luka. Termasuk kuesioner mengenai pengetahuan keluarga bahaya infeksi dan sikap keluarga terhadap bahaya infeksi
  1. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan dilakukan pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:
1.      Editing
Dilakukan setelah semua data terkumpul melalui kuesioner. Langkah ini dimaksudkan untuk melakukan pengecekan kelengkapan data, kesinambunagn data dan keseragaman data.
2.      Coding
Untuk memudahkan memasukan data dan pengolahan data pertanyaan yang telah diajukan diberi kode.
3.      Entry Data
Setelah semua data diberi kode, maka data tersebut dimasukan kedalam komputer dengan menggunakan komputer.
4.      Tabulasi
Dilakukan dengan mengelompokan data sesuai dengan variabel yang akan diteliti, guna memudahkan dalam analisis.
  1. Analisa Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan menggunakan analisis univariat, yaitu analisis persentase dengan tujuan untuk melihat gambaran distribusi, frekuensi dan persentase dari variabel yang diteliti dalam menyajikan analisis univariat ini berbentuk tabel distribusi frekuensi gambaran pengetahuan dan sikap keluarga tentang bahaya infeksi pada luka post operasi  diruang dahlia rumah sakit umum kabupaten subang
Analisis Data dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran/Diskriptif cukup menyajikan tabel distribusi.Memindahkan data dari data kuesioner ke dalam table, selanjutnya diadakan presentasi tersebut dengan membagi frekuensi setiap alternatif jawaban dengan jumlah responen kemudian dikalikan 100% atau dengan rumus :
P = Prosentase
F = Jumlah jawaban yang benar
N = Jumlah soal        (Arikunto, 2006)
Kemudian data penelitian tersebut di interprestasikan dengan menggunakan kriteria kualitas.
Baik : 76 – 100 %
Cukup : 56 – 75 %
Kurang : 40 – 55%           (Arikunto, 2006)
  1. Etika Penelitian
Peneliti menjamin hak-hak responden dengan cara menjamin kerahasian identitas responden, selain itu peneliti memberikan hak kepada responden untuk menolak dijadikan responden penelitian serta adanya penjelasan tujuan dan manfaat penelitian, setelah penjelasan tujuan dan manfaat penelitian kemudian dilakukan penendatanganan persetujuan untuk menjadi responden (informed consen).
DAFTAR PUSTAKA

Aidia MJ , 2011. Kumpulan Bahan Kuliah. (Online),            (http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/10/konsep-luka-dan-perawatan    luka.html/diakses tanggal, ‎23-04-2012, ‏‎jam 2:41 WIB)
Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta:   Yogyakarta
Ensiklopedia, 2010. Bedah Sesar. (Online),   (http://www.wikipedia.ensiklopedia.com/2010/09/01/bedah-            sesar.html/diakses tanggal, 20-09-2010, jam 03.58 WIB)
Hidayat Alimul Aziz, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa   Data. Salemba Medika: Jakarta
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan   Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004,Perawatan Luka, Makalah    Mandiri, Jakarta
Iqbal, 2010. Sectio Sesarea II. (Online),         (http://www.Iqbalbaldctr2002.co.cc/2010/04/17/serctio-sesarea-II.html/diakses tanggal, 01-10-2010, jam 17.00 WIB)
Mansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Media Aesculapius FKUI : Jakarta
Mochtar, Rustam, 2005. Sinopsis Obstetri. EGC: Jakarta

Mubarak Wahit Iqbal, SKM, 2005. Pengantar Keperawatan Komunitas: Penerbit   CV Sagung Seto. (online), (http://id.shvoong.com/medicine-and-            health/2135065-konsep-infeksi/#ixzz1qUcio5Eo/diakses tanggal, 29-04-‎            2012, ‏‎jam 16.03 WIB)
Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta:      Jakarta
Notoatmodjo. 2003. http://www.google.co.id. Proses Pengetahuan

Nunung, 2009. Seputar Sectio saesar. (Online),         (http://www.nunung.himapid.blogspot.com/2009/08/01/seputar-sectio-  saesar.html/diakses tanggal, 24-10-2010, jam 17.58 WIB)

Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan.        Salemba Medika: Jakarta

Potter, 2006. Fundamental Keperawatan. EGC: Jakarta

Pratiknya, 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.    PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan    Kesehatan denghan Sumber Daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka         Sarwono Prawirohardjo: Jakarta

Santoso, 2009. Penyembuhan Luka. (Online),             (http://www.Dr.Budhi.Santoso@ho.otsuka.co.id/2009/10/28/penyembuhan            -luka.html/diakses tanggal, 30-10-2010, jam 15.40WIB)

Signaterdadie’s, 2009. Desinfektan. (Online),             (http://www.signaterdadie’s.com/2009/10/04/desinfektan.html./diakses       tanggal, 20-10-2010, jam 19.30 WIB)

Sugiyono, 2009. Statistika Untuk Penelitian. Alfebeta: Bandung

Suparyanto,dr. M.Kes , 2011. Konsep Infeksi Luka Operasi (Online),
            (http://dr-suparyanto.blogspot.com/2011/03/konsep-infeksi-luka-     operasi.html/ diakses tanggal, 29-04-‎2012, ‏‎jam 15.48 WIB)

Tjahyono Sigit A, 2009. Penyembuhan Bedah Caesar. (Online),             (http://www.Dr.A.Sigit.Tjahyono,Sp.B,Sp.BTKV.detikhealth.com  /2009/0   7/17/penyembuhan-bedah-saesar.html/diakses tanggal,                25-09-2010, jam 15.10 WIB)

Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda, Alih    bahasa. Sonny Samsudin, Cetakan I. EGC: Jakarta

Yusuf, 2009. Penyembuhan Luka. (Online), (http://www.sinagayusuf.com/2009/04/19/penyembuhan-                luka.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.00 WIB)